Powered By Blogger

Kamis, 22 Desember 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

Judul : KENAPA KOPERASI DI NEGARA-NEGARA KAPITALIS/SEMI-KAPITALIS LEBIH MAJU?

Oleh : Tulus Tahi Hamonangan Tambunan



1. Latar Belakang Permasalahan
Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan (atau ada yang bilang dimasa revolusi industri di-Inggris) yang diprakarsai oleh seorang industrialis yang sosialis yang bernama Robert Own. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Berdirinya koperasi buruh tersebut berfungsi membeli barang kebutuhan pokok secara bersama-sama dan memang ternyata bahwa harga di toko koperasi lebih murah jika dibandingkan dengan toko-toko yang bukan koperasi. Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM) seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.
Di Indonesia, setelah  lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi  yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan  karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka pertanyaan utama dari makalah ini adalah kenapa koperasi-koperasi di negara maju, yang sering dikatakan sebagai ekonomi-ekonomi yang kapitalis yang tidak cocok bagi pengembangan koperasi, bisa maju, sedangkan di Indonesia dimana keberadaan koperasi dikaitkan dengan idologi Pancasila malahan tidak berkembang baik? Jadi, yang dibahas di makalah ini adalah factor-faktor yang membuat koperasi di Negara maju bisa berkembang dengan baik.

2. Perkembangan Koperasi di dalam Ekonomi Kapitalis dan Semi Kapitalis

2.1 Fakta
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara sedang berkembang memang sangat diametral. Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.  Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara sedang berkiembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001). Dalam kasus Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri.

2.1.1 Di Tingkat Dunia
Menurut data dari laporan tahunan 2006 dari International Co-operative Alliance (ICA, 2006), di dunia ada sekitar 800 juta orang yang menjadi anggota koperasi. Diperkirakan koperasi-koperasi di dunia secara total mengerjakan lebih dari 100 juta orang, dan memberi jaminan kehidupan bagi sekitar 3 miliar orang. Sekitar 20% lebih dari jumlah koperasi yang ada diciptakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Sebanyak 300 koperasi terbesar di dunia (Global 300) berdasarkan nilai omset memiliki nilai aset sekitar 30-40 triliun dollar AS dan omset tahunan 963 miliar dollar AS. Dengan nilai ini, 300 koperasi tersebut sebagai satu kelompok menjadi ekonomi terkuat no  10 di dunia untuk periode 2004, setelah Kanada, Spanyol, Italia, dan China, masing-masing pada posisi ke 9, 8,7,dan 6. Pada posisi teratas adalah AS, disusul oleh Jepang, Jerman, Perancis dan Inggris. Menurut sektor, sebagian besar dari 300 koperasi terbesar itu adalah koperasi-koperasi industri makanan dan pertanian, yakni sekitar 32,6%, disusul oleh ritel (24,7%), dan keuangan/asuransi (21.8%). Yang sangat menarik dari laporan ini adalah bahwa sebagian besar dari 300 koperasi terbesar itu berasal dari negara maju, terutama Amerika Utara, UE dan Jepang

2.1.2 Eropa
      Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Di perdagangan ritel, koperasi-koperasi konsumsi merupakan pionir dari penciptaan rantai perdagangan ritel modern (Furlough dan Strikwerda, 1999). Di sektor perbankan di negara-negara seperti Perancis, Austria, Finlandia dan Siprus, menurut data ICA (1998a), pangsa pasar dari bank-bank koperasi mencapai sekitar 1/3 dari total bank yang ada. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni "Credit Agricole" di Perancis dan RABO-Bank di Netherlands. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah anggota potensial dari koperasi kredit (Soetrisno, 2001). Suatu studi dari Eurostat (2001) di tujuh negara Eropa menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan kesempatan kerja mencapai sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5 persen di Swiss.
Di negara-negara Eropa Timur, koperasi juga sangat maju. Misalnya, di Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab terhadap 14,4% dari makanan nasional dan penjualan-penjualan eceran umum pada tahun 2004. Di Polandia, koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan 77% dari produksi kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi yang mengerjakan hampir 75 ribu orang.



2.1.3 Amerika Utara
Sementara itu, di AS 1 dari 4 orang (atau sekitar 25% dari jumlah pendudu) adalah anggota koperasi. Lebih dari 30 koperasi punya penghasilan tahunan lebih dari 1 miliar dollar AS. Salah satu koperasi yang sangat besar adalah koperasi kredit (credit union) yang jumlah anggotanya mencapai sekitar 80 juta orang dengan rata-rata jumlah simpanannya 3000 dollar (Mutis, 2001). Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit berperan penting terutama di lingkungan industri, misalnya dalam pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan. Begitu pentingnya peran koperasi kredit ini sehingga para buruh di Amerika Serikat (seperti juga di Kanada) sering memberikan julukan koperasi kredit sebagai “bank rakyat”, yang dimiliki oleh anggota dan memberikan layanan kepada anggotanya pula (Mulyo, 2004). Selain di sektor kredit, koperasi di AS juga kuat di sektor-sektor lainnya termasuk, industri, pertanian dan enerji. Sekitar 90% lebih distribusi listrik desa di AS dikuasai oleh koperasi.
Pada tahun 2002 jumlah koperasi di negara adi daya ini tercatat mencapai 48 ribu unit di hampir semua jalur bisnis, memberikan pelayanan kepada 120 juta anggota, atau sekitar 4 dari setiap 10 penduduk di negara tersebut.  100 koperasi terbesar di AS, diperingkat menurut omset, secara individu menciptakan paling sedikit 346 juta dollar AS dan dalam total mencapai 119 miliar dollar AS pada tahun tersebut (Zeuli dan Cropp, 2002)

2.1.4 Asia

Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga adalah anggota koperasi. Koperasi menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Koperasi-koperasi pertanian menghasilkan output sekitar 90 miliar dollar AS dengan 91% dari jumlah petani di negara tersebut sebagai anggota. Peran koperasi di pedesaan Jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula sebagai “bank rakyat” karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan. Bahkan salah satu bank besar di Jepang adalah koperasi, yakni bank Nurinchukin bank (Rahardjo, 2002).
Di negara-negara Asia lainnya dengan tingkat pembangunan ekonominya yang sudah relatif tinggi seperti Singapura dan Korea Selatan, peran koperasi juga sangat besar. Di Singapura 50% dari jumlah populasinya adalah anggota koperasi. Koperasi-koperasi konsumennya memegang 55% dari pasar dalam pembelian-pembelian supermarket dan mempunyai suatu penghasilan sebesar 700 juta dollar AS. Di Korea Selatan, koperasi-koperasi pertanian punya anggota lebih dari 2 juta petani (90% dari jumlah petani), dan menghasilkan output sebanyak 11 miliar dollar AS. Koperasi-koperasi di subsektor perikanan memiliki pangsa 71%.
Koperasi konsumen di Singapura, seperti juga di misalnya Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut (Mutis, 2003). Bahkan di beberapa negara tersebut, mereka berusaha untuk mengarahkan perusahaannya agar berbentuk koperasi. Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya  (Mulyo, 2004).


2.2 Faktor-faktor Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia

Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya mampu selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut.  Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis. 

Peterson (2005), mengatakan bahwa koperasi harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Keunggulan kompetitif disini didefinisikan sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Loyd (2001) menegaskan bahwa koperasi-koperasi perlu memahami apa yang bisa membuat mereka menjadi unggul di pasar yang mengalami perubahan yang semakin cepat akibat banyak faktor multi termasuk kemajuan teknologi, peningkatan pendapatan masyarakat yang membuat perubahan selera pembeli, penemuan-penemuan material baru yang bisa menghasilkan output lebih murah, ringan, baik kualitasnya, tahan lama, dsb.nya, dan makin banyaknya pesaing-pesaing baru dalam skala yang lebih besar. Sedangkan menurut Pitman (2005) dari hasil penelitiannya terhadap kinerja berbagai macam koperasi di Wisconsin (AS), selain faktor-faktor di atas, koperasi yang berhasil adalah koperasi yang melakukan hal-hal berikut ini: (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan ahli-ahli dari luas secara efektif; (2) selalu memberikan informasi yang lengkap dan up to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dan suportif; (3) melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan bisnis dengan memakai agenda yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan pengambil keputusan yang demokrasi.Keeling (2005) meneliti mengapa dalam beberapa tahun belakangan ini banyak koperasi-koperasi besar di California termasuk dua yang terkenal Tri-Valley Growers (TVG) dan the Rice Growers Association (RGA) telah tutup, sedangkan banyak lainnya sedang mengalami kesulitan-kesulitan keuangan. Perkembangan-perkembangan tersebut memberi kesan bahwa koperasi-koperasi di California mungkin semakin mengalami kesulitan untuk bersaing dalam iklim bisnis pertanian saat ini dengan persaingan yang semakin ketat dari produk-produk luar negeri termasuk dari China.


3. Potret Singkat Kinerja Koperasi di Indonesia

Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.



Daftar Pustaka
Affandi, Yoga (2002), “The Optimal Monetary Policy Instruments: The Case Of Indonesia”,Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 5(3).
Aldrich, Howard dan Robert N. Stern (1984), “Resource Mobilization and the Creation of US Producer Cooperatives”, Economic and Industrial Democracy, 4:371-406
Amy M. Nagler, Dale J. Menkhaus dan Alan C. Schroeder  (2004), “Institutions and Agricultural Cooperatives in Wyoming”, UWCC Staff Paper No.4, August, University of Wisconsin Center for Cooperatives
Anderson, Bruce L. dan Brian M. Henehan (2003)” What Gives Cooperatives A Bad Name,”makalah dalam the NCR 194 Meeting, Oktober, Kansas City, Missouri
Anderson, Kym, Betina Dimaranan, Tom Hertel dan Will Martin (1997), “Economic Growth and Policy Reform in the APEC Region: Trade and Welfare Implications by 2005”, Asia Pacific Economic Review, 3(1).
APEC (1997), “The Impact of Trade Liberalization in APEC”, Economic Committee of APEC, Singapore: APEC Secretary
APEC (1999), “ The Impact of Trade Liberalization on Labor Markets in the Asia Pacific Region”, Report by the Network for Economic Development Management, Human Resource Development Working Group, Singapore: APEC Secretary.
Baarda, J.R. (1982), “State Incorporation Statutes for Farmer Cooperatives”, Info. Report 30, USDA-Agricultural Cooperative Service, Washington, D.C.
Baldwin, Robert E. dan P. Martin (1999), “Two Waves of Globalization: Superficial Similarities, Fundamental Differences”, NBER Working Paper NO.W6904, NBER, Cambridge Mass.
Bank Dunia (2000a), Development Indicators 2000, Washington, D.C.
Bank Dunia (2000b), Global Economic Prospects and the Developing Countries 2000, Washington, D.C.
Bank Dunia (2003), Development Indicators 2003, Washington, D.C.
Barr, Terry N. (2005), “Trends in Global Market and Implications for Farm Policy and Cooperatives”, makalah dalam the 8th Annual Farmer Cooperatives Conference, November 7-8, USA

Berger, Peter L. (1997), “Four Faces of Global Culture”, National Interest, 49.
Berger, Peter L. dan Samuel P. Huntingdon (ed.)(2002), Many Globalizations: Cultural Diversity in the Contemporary World, Oxford: Oxford University Press.
Birchall, Johnston (1997), The International Co-operative Movement, Manchester: Manchester University Press.
Boediono (1998),. “Penggunaan Suku Bunga Sebagai sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli.
Bonin, John P., Derek C. Jones dan Louis Putterman (1993), “Theoretical and Empirical Studies of Producer Cooperatives: Will Ever the Twain Meet?”, Journal of Economic Literature, 31: 1290-1320
Bora, Bijit, Lucian Cernat, dan Alessandro Turrini (2002), “Duty and Quota-Free Access for LDCs: Further Evidence from CGE Modelling”, Policy Issues in International Trade and Commodities Study Series No.14, New York dan Geneva: UNCTAD
Braverman, Avishay, J. Luis Guasch, Monika Huppi, dan Lorenz Pohlmeier (1991), ”Promoting Rural Coperatives in Developing Countries. The Case of Sub-Saharan Africa”, World Bank Discussion Papars, No.121, April, Washington, D.C.: The World Bank.
Cable, Vincent (1999), “Globalization and Global Governance”, Chatham House Papers, London: Royal Institute of International Affairs.
Chamard, John dan Tom Webb (2004), “Learning to Manage the Co-operative Difference”, makalah dalam the 12th IAFEP conference, Halifax, Nova Scotia, Juli 8-10.
Chowdhury, Anis, dan Hermanto Siregar (2004), “Indonesia’s Monetary Policy Dilemma–Constraints Of Inflation Targeting”, The Journal Of Developing Areas, 37(2).
Conry, E.J., G.R. Ferrera dan K.H. Fox (1986), The Legal Environment of Business, Dubuque, IA: Wm. C. Brown.
Crook, Clive (2001), “Globalization and its Critics”, The Economist, 29, September.
Cummins, David E. (1993), “Corn Belt Grain Cooperatives Adjust to Challenges of 1980s, Poised for 1990s,” ACS Research Report Number 117. August, Washington, D.C.:United States Department of Agriculture, Agricultural Cooperative Service.
Eurostat (2001), “A Pilot Study on Co-operatives, Mutuals, Associations and Foundations”, Luxembourg: Eurostat.
Feridhanusetyawan, Tubagus (1997), “Trade Liberalization in Asia Pacific: A Global CGE Approach”,The Indonesian Quarterly, XXV(4).
Feridhanusetyawan Tubagus dan Mari Pangestu (2003), “Indonesian Trade Liberalization: Estimating The Gains”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 39(1).
Feridhanusetyawan, Tubagus, Mari Pangestu, dan Erwidodo (2002), “Effects of AFTA and APEC Trade Policy Reform on Indonesia Agriculture”, dalam Randy Stringer, Erwidodo, Tubagus Feridhanusetyawan, dan Kym Anderson (ed.), Indonesia in a Reforming World Economy: Effects on Agriculture, Trade and the Environment,



Nama Kelompok :
ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)  
RAHMI ISMAYAN (25210588)

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

PEMBANGUNAN KOPERASI

Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus dirinya sendiri (self help).


Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang
Masalah-masalah dalam Pembangunan Perkoperasian


1.                   Perbedaan pendapat masayarakat mengenai Koperasi

2.                Pertumbuhan dan perkembangan koperasi, masih belum mencapai sasaran yang diharapkan, terutama yang menyangkut kemampuan -nya dalam memberikan pelayanan kepada anggota dan masyarakat golongan ekonomi lemah. Hal itu disebabkan oleh berbagai   masalah baik yang bersumber dari dalam koperasi masing-masing maupun yang bersumber dari luar, baik yang berkaitan dengan aspek kelembagaan, yang berkaitan dengan aspek usaha maupun    yang berkaitan dengan aspek lainnya.

2. Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut
dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :

a. Koqnisi
Kepercayaan/ pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku/ tindakan mereka terhadap sesuatu. mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka.

b. Apeksi
Perasaan-perasaan yang terkait di dalamnya seperti meningkatnya rasa kepercayaan diri di dalam melakukan tindakan-tindakan yang melambangkan sebuah keberanian, ada tekad yang kuat di dalam memperjuangkan apa-apa yang menjadi sebuah harapan.
 
c. Psikomotor 
Bentuk-bentuk tindakan yang kuat dan sikap yang tegas untuk mendukung apa yang menjadi harapan dari manusia itu sendiri. Seperti berani melangkah ke wilayah peradilan untuk memperjuangkan hak-ahak yang dimilikinya, 

Masa Implementasi UU No.12 Tahun 1967
Tahapan membangun Koperasi :
a. Ofisialisasi
b. De-ofisialisasi
c. Otonomisasi
4. Misi UU No.25 Tahun 1992
merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, 
makmur berlandaskan Pancasila dan UUD1945.

Tahapan Pembangunan Koperasi di Negara
Berkembang menurut :
A. Hanel, 1989
Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan
pembentukan organisasi koperasi.
Tahap II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan
pengawasan teknis, manajemen dan keuangan secara
langsung dari pemerintah dan atau organisasi yang
dikendalikan oleh pemerintah.
Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi
koperasi yang mandiri.

SUMBER
ocw.gunadarma.ac.id/course/...s1/...koperasi/pembangunan-koperasi
 http://indramunawar.blogspot.com/2010/03/hal-yang-terjadi-pada-kognisi-afeksi.html




Nama Kelompok :
ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)  
RAHMI ISMAYANI (25210588)

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

KAJIAN EFEKTIFITAS MODEL PROMOSI PEMASARAN PRODUK UMKM
 OLEH
Teuku Syarif 

Abstraksi
The uncapability of MSME facing global market among others due to the weakness of
MSMEin acccessing  information,  related  to poor promotional action  for MSME’s products.
Promotion  could  be  done  by  various  efforts  such  as  exposition,  business  contact,  trade
mission, business centre,  trading house and other activities. Promotion has a  real  influence
towards  increasing  sales  turnover,  profit,  absorbtion  of  man  power.  The  increase  of
production technology of MSMEs and business management sistem of MSMEs. The impact of
quality value of various types of promotion which are analized consecutively are: 1) Trading
Board;  2) Business Gathering;  3) Exhibition;  dan  4)  Trade Mission.  Several  free  variable
which has real influence on the success of promotion are: a) Promotion organizer; b) Cost of
promotion; c) Type and quality of commodity; and d) Location or site of promotion; e) Time
of  promotion;  f)  Total  of  commodity  competitor  promoted.  Some  problems  often  arise  and
decrease the effectiveness of promotion are: a) Sectoral partial planning (un-coordinated); b)
Conformity of  the  location and  the product  to be promoted specifically which are related  to
the demand on the commodity to be promoted; c) Implementation time and the characteristis
of  the  commodity  and  the  fluctuation  of  demand  on  the  commoditu  concerned.  To  develop
Trading Board,  it needs  socialization of  the benefit of  the promotional programme  into  the
regions, and Trading Board in many places.
 
 I.  PENDAHULUAN 
1.1.  Latar Belakang  
Ketidakpercayaan  terhadap kemampuan usaha mikro kecil dan menengah 
(UMKM)  dalam menghadapi  era  globalisasi  berorientasi  pada mekanisme  pasar 
bebas memang cukup beralasan, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam 
kelompok  tersebut.  Namun  demikian  perlu  diingat  bahwa  sejak  era  penjajahan 
UMKM  sudah  dihadapkan  dan  ditempa  dengan  berbagai masalah  termasuk  dari 
aspek  pemasaran,  tetapi  UMKM  tetap  eksis  dalam  mendukung  pertekonomian 
nasional.  Ketidakmampuan  UMKM  untuk  menghadapi  pasar  global  mungkin 
timbul  karena  lemahnya  akses  terhadap  informasi.  Kelemahan  ini  dapat 
berdampak pada sempitnya peluang pasar dan ketidakpastian harga. Di sini terlihat 
bahwa  era  bisnis  global  menuntut  penguasaan  informasi  inovasi  dan  kreatifitas 
pelaku usaha, baik dari aspek teknologi maupun kualitas sumberdaya manusia.  
Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait 
langsung  dengan  kondisi  faktor  internal  UMKM  yang  dibayangi  oleh  berbagai  Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Promosi, Pemasaran Produk UMKM   2
keterbatasan  untuk mampu memberikan  informasi  kepada  konsumen. Akibatnya 
produk UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dunia 
internasional,  belum  banyak  diketahui  konsumen.  Solusi  penting  yang  perlu 
dilakukan  oleh  UMKM  untuk  mengatasi  masalah  adalah  mengenalkan  produk-
produk  UKM  tersebut  melalui  kegiatan  promosi,  yang  dapat  dilakukan  dalam 
berbagai  bentuk  antara  lain  pameran,  temu  bisnis, misi  dagang,  business  centre, 
iklan  layanan  masyarakat,  trading  house  dan  lain-lain.  Kepentingan  promosi 
produk  UMKM  juga  merupakan  salah  satu  bentuk  antisipasi  dampak  era 
globalisasi  yang  sudah  pasti  akan  berimbas  pada  pangsa  pasar  UMKM  baik  di 
dalam maupun di luar negeri.  
Dengan memperhatikan  kondisi  dana  dan  sumberdaya manusia  UMKM, 
khususnya usaha mikro dan usaha kecil, kegiatan tersebut agaknya sulit dilakukan 
oleh  mereka  sendiri.  Untuk  itu  pihak-pihak  lain  yang  berkepentingan  dengan 
pemberdayaan  UMKM  (stakeholders),  terutama  pemerintah  harus  berpatisipasi 
aktif  membantu  kegiatan  promosi  pemasaran  produk  UMKM.  Sebagai 
implementasi  dari  pemikiran  tersebut,  pemerintah  melalui  Kementerian  Negara 
Koperasi  dan UKM  dan  beberapa  instansi  lainnya  telah melaksanakan  berbagai 
bentuk  program  promosi.  Namun  demikian  sampai  sekarang  ini  dampak  dari 
adanya  program  promosi  tersebut  belum  diketahui  dengan  pasti,  untuk  itu 
diperlukan  adanya    kajian  yang  komprehensif, menyangkut  berbagai  aspek  yang 
mempengaruhi keberhasilan program promosi produk UMKM. 

1.2.  Tujuan Kajian  
1).  Mengidentifikasi  tingkat  keberhasilan  berbagai  bentuk  kegiatan  promosi 
pemasaran baik di dalam maupun di luar negeri terhadap peningkatan pangsa 
pasar dan pendapatan UMKM 
2).  Mengetahui  faktor-faktor  dominan  yang mempengaruhi  efektifitas  promosi 
produk UMKM. 

1.3.  Sasaran Kajian   
1).  Mengetahui  pengaruh  berbagai  kegiatan  promosi  pemasaran  UMKM 
terhadap perluasan pangsa produk UMKM dan pendapatan UMKM; 
2).  Mengidentifikasi  faktor-faktor  strategis  yang  mempengaruhi  keberhasilan 
kegiatan promosi pemasaran produk UMKM dan; 
3).  Menetapkan Model  dan  Pola  promosi  pemasaran  yang  paling  efektif  untuk 
mendukung perluasan pangsa pasar produk UMKM. 

1.4.  Manfaat  
1).  Didapatkannya  gambaran  konkrit  tentang  sejauh  mana  program  promosi 
produk UMKM  dalam  bentuk  pameran  berdampak  positif  terhadap  pangsa 
pasar  produk  KUKM,  yang  secara  langsung  diasumsikan  dapat 
meningkatkan pendapatan UMKM. 
2).  Didapatkannya bentuk program promosi pemasaran yang paling efektif untuk 
mendukung peningkatan pangsa pasar dan pendapatan UMKM   3
3).  Diketahuinya  faktor-faktor  strategis  yang  mempengaruhi  keberhasilan 
kegiatan promosi pemasaran produk UMKM. 

II.  KERANGKA PEMIKIRAN 
2.1.  Kerangka Dasar  
Salah  satu  masalah  besar  yang  dihadapi  dalam  pemberdayaan  UMKM 
adalah  rendahnya  akses  UMKM  terhadap  pasar.  Secara  konseptual  diketahui 
bahwa  empat  unsur  yang  mempengaruhi  keberhasilan  suatu  perusahaan  dalam 
berkompetisi  adalah  a)  produk,  b)  harga,  c)  tempat/lokasi  dan,  d)  promosi. 
Keempat faktor strategis ini  saling terkait dalam meningkatkan fungsi pemasaran. 
Dalam  era  keterbukaan  ini  dimana  batas-batas  ruang  sudah  mulai  ditinggalkan 
peran  faktor  promosi  yang  terkait  dengan  ruang  yang  sangat  luas  mulai 
memperlihatkan  pengaruh  dominannya.  Dominasi  faktor  promosi  diindikasikan 
dari  luasnya  penyebaran  suatu  jenis  produk  yang  ada  kalanya  dapat  menekan 
pengaruh ketiga faktor lainnya. 
Untuk memperoleh hasil  yang maksimal, promosi harus dilakukan  secara 
profesional  dalam  artian  pengusaha  harus  dapat  memilih  bentuk  promosi  yang 
memiliki  efektifitas  dan  efisiensi  tinggi.  Untuk  kegiatan  ini  produsen  harus 
mengeluarkan biaya yang bisa cukup besar, oleh sebab itu sejak awal harus diper-
hitungkan  batas  kelayakan  kegiatan  promosi.  Beberapa  unsur  yang  harus 
dimasukan dalam kalkulus perencanaan promosi adalah  ; bentuk promosi,  tempat 
dan  besaran  promosi,  jenis  barang  yang  akan  dipromosikan,  peluang  pasar, 
pesaing,  barang  substitusi  dan  kompleter  atas  barang  tersebut,  selera  konsumen, 
trent  atau  mode  dan  faktor-faktor  eksternal  lainnya.  Dari  beberapa  hasil 
pengamatan antara  lain yang dilakukan oleh Sirait (2002) diketahui bahwa, UKM 
yang  sering  mengikuti  kegiatan  promosi  kebanyakan  UKM  yang  tergolong 
mempunyai skala usaha kecil menuju menengah. Dari aspek jenis usaha diketahui 
bahwa yang  terbanyak adalah UMKM yang bergerak di sektor  industri kerajinan. 
Umumnya  UMKM-UMKM  ini  belum  memahami  makna  sesungguhnya  dari 
promosi. Untuk Melakukan  promosi  secara mandiri  diperlukan  pengetahuan  dan 
biaya  yang  cukup  besar,  sehingga  sulit  dilakukan  oleh UMKM  yang  kondisinya 
sangat terbatas.  

2.2.  Kerangka Operasional 
Sesuai  dengan  tujuaan  kajian  maka  analisis  diarahkan  melihat  seberapa 
besar dampak dari pelaksanaan pameran terhadap perluasan pasar yang berdampak 
pada  peningkatan  omset  UMKM.  Secara  skematis  hubungan  antar  keterkaitan 
faktor  penentu,  dengan  dampak  keberhasilan  promosi  dalam  bentuk  pemasaran 
serta keterkaitan antar dampak tersebut  seperti pada bagan.

2.3.  Variabel Analisis  
1)  Faktor  penentukan  (Independent  variable)  yaitu:  a)  kondisi  internal 
UMKM,  yang  terdiri  dari  teknologi  produksi;  b)  volume  produksi, 
keahlian/keterampilan, penanganan dan omset usaha UMKM; c) Jenis produk 
yang  ingin dipamerkan/pasarkan, yang dibagi dalam  tiga bentuk barang yaitu 
barang  kebutuhan  primer,  sekunder  dan  tersier;  d) Frekuensi Keikutsertaan 
UMKM dalam Pameran; e) Penyelenggaraan promosi; f) Tema promosi; h) 
Karakter  produk  terdiri  dari:  (1)  kualitas  barang,  (2)  keunikan,  (3) 
Sasaran/target konsumen, dan (4) Target pasar; g) Biaya;  i) Lokasi promosi; 
j) Lama waktu penyelenggaran; k) Prosedur dan keikutsertaan; l) Jumlah 
pesaing dan kondisi persaingan. 
2)  Dampak  keberhasilan  pelaksanaan  pameran  terdiri  dari:  a)  Perluasan Pasar 
Produk  UMKM;  b)  Peningkatan  teknologi  produksi;  c)  Peningkatan 
Kualitas Manajemen dan SDM.  


Perluasan Pasar  
Produk UMKMK 
Peningkatas Kualitas 
Produk  
Dan SDM 
Inovasi Teknologi 
Peningkatan Pendapatan 
/Laba 
Pertambahan Investasi 
Perbaikan Kualitas dan 
Produktifitas 
Peningkatan Omset 
FAKTOR FAKTOR 
KEBERHASILAN 
PAMERAN   
LINGKUNGAN 
EKONOMI MAKRO 
PEMERINTAH 
DAN STAKEHOLDER 
LAINNYA 
PROMOSI   5
III.  RUANG LINGKUP PENELITIAN 
3.1  Ruang lingkup substansi kajian adalah: a) Mengukur tingkat pengaruh promosi 
pemasaran  produk  UMKM  terhadap  perluasan  pangsa  pasar  UMKM;  b) 
Mengidentifikasi  dan  menganalisis  efektifitas  model-model  promosi  pemasaran 
produk UMKM yang selama ini telah dilaksanakan baik oleh Kementerian Negara 
Koperasi  dan  UKM  maupun  oleh  para  pemangku  kepentingan  (stakeholders) 
lainnya;  c)  Menetapkan  faktor-faktor  dominan  yang  mempengaruhi  efektifitas 
program promosi pemasaran produk UMKM 
3.2  Ruang Lingkup Lokasi 
Kajian  ini  akan  dilaksanakan  di  lima    propinsi  contoh  yaitu:  Jawa Tengah, D.I. 
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan NTB,  

IV.  METODA PENELITIAN 
4.1.  Data dan Metoda Pengumpulan Data 
Kajian  ini merupakan  penelitian  exploratif  dengan menggunakan metoda 
survey  terbatas. Data yang digunakan  terdiri dari data primer yang diperoleh dari 
responden  sample  yang  ditetapkan  dengan  menggunakan  teknik  pengumpulan 
acak  terbatas  (purposive  random  sampling),  serta  data  sekunder  yang  akan 
dikumpulkan dari instansi terkait dan perpustakaan. 
4.2.  Metode Analisis 
Sesuai  dengan  tujuan  yang  telah  ditetapkan  maka  penelitian  ini 
menggunakan  analisis  deskriftif  kualitatif  dan  analisis  kuantitatif.  Analisis 
kualitatif  dilakukan  dengan  metoda  komparatif  yaitu  membandingkan  kondisi 
ideal  dan  kondisi  riil  di  lapang,  pendapat-pendapat  dari  berbagai  unsur  yang 
terlibat dalam pelaksanaan program promosi UKMK dan dari studi pustaka.  
1)  Analisis kuantitatif akan menggunakan beberapa model analisis ekonomi dan 
matematik antara lain: analisa ekonomi sederhana berupa Model Analisa Biaya 
Manfaat  (benefid  cost  ratio),  yang  ditujukan  untuk  menentukan  kelayakan 
keikutsertaan UMKM dalam suatu kegiatan pameran. 
2)  Regresi  linier  berganda  (multy  variete  analysis)  untuk  menentukan  ada 
tidaknya  serta  seberapa  besar  pengaruh  independent  variable  terhadap 
dependent variable. 

V.  HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS 
Ada  empat  bentuk  promosi  yang  secara  umum  pernah  diikuti  oleh  rata-rata 
UMKM  yaitu  Pameran,  Trading  Board,  Misi/Kontak  Dagang  dan  Temu  Bisnis, 
Pameran  merupakan  bentuk  promosi  yang  paling  banyak  (29  kali)  diikuti  UMKM. 
Selama  lima  tahun  terakhir  dengan  peserta  1.082  orang.  Sedangkan  Trading  Board 
sebanyak sebanyak 19 kali dengan peserta sebanyak 359 orang serta, Misi Dagang dan 
Kontak  dagang,  dengan  frekuensi  sebanyak  17  kali  dan  peserta  kegiatan  sebanyak  73 
orang.  Temu  Bisnis  merupakan  kegiatan  promosi  yang  paling  sedikit  diikuti  oleh 
UMKM yaitu  sebanyak 8 kali dan peserta 49 orang. Bentuk promosi yang  terakhir  ini 
memang  lebih  banyak  diprakarsai  dan  diikuti  oleh  kalangan  pengusaha  menengah. 
Omset  yang  diperoleh  sewaktu  dilaksanakannya  promosi  dalam  bentuk  pameran   6
mencapai  Rp  46,1  juta  per  UKM.  Rata-rata  kenaikan  omset  per  tahun  sesudah 
dilaksanakannya  promosi  adalah  dari  Rp  119,8  juta  menjadi  Rp  158,2  juta,  atau 
meningkat sebesar Rp 33,6 juta per tahun (28,04%) 
Rendahnya  jumlah  UMKM  yang  ikut  kegiatan  promosi  terutama  dipengaruhi 
oleh  bentuk  dan  lama  waktu  pelaksanaan  promosi.  Bentuk  promosi  yang  banyak 
menyerap  peserta  adalah  pameran,  diikuti  dengan  Trading  Board,  sedangkan  Temu 
Bisnis merupakan bentuk promosi yang paling sedikit menyerap  jumlah peserta. Usaha 
yang  dapat  dilakukan  untuk  memperbesar  keikutsertaan  UMKM  dalam  program 
promosi  adalah:  a)  memperbanyak  program-promosi  melalui  kerjasama  dengan  para 
stakeholders;  b)  Memfasilitasi  kegiatan  promosi;  c)  mendorong  UMKM  untuk  ikut 
dalam  program  tersebut,  dengan membuktikan  bahwa  kegiatan  ini  akan  memberikan 
manfaat ekonomi; d) memberdayakan UMKM untuk mampu  ikut serta dalam kegiatan 
promosi; e) membangun lingkage yang saling menguntungkan antar UMKM dan antara 
UMKM dengan semua stakeholder lainnya; serta f) untuk melaksanakan promosi dalam 
skala  yang  lebih  besar  produsen  dari  suatu  daerah  produksi,  dapat melaksanakannya 
secara terkoordinasi. 
Ada  indiksi  bahwa  promosi  pemasaran  bukan  kurang  diminati  oleh  kalangan 
UMKM, melainkan  umumnya  karena mereka  tidak mampu membayar  biaya  kegiatan 
tersebut. Besar biaya promosi sangat tergantung dari bentuk, tempat dan lama kegiatan. 
Komponen biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan promosi di  luar modal kerja adalah: 
a) sewa tempat; b) Biaya administrasi; c) biaya pengepakan; d) biaya pengangkutan dan 
biaya petugas UMKM  yang  ikut dalam pameran  (penjaga pameran). Relatif mahalnya 
biaya  promosi, menyebabkan  sebagian  besar UMKM  terutama  pengusaha mikro  dan 
kecil, tidak mampu untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Keikutsertaan pengusaha mikro 
memang  belum  diperlukan  karena:  a)  skala  usaha  kelompok  ini  relatif  sangat  kecil 
menjadi  tidak  layak dan b) barang-baran yang diproduksi  juga  sebagian besar menjadi 
konsumsi lokal. 
Adanya  kecenderungan  UMKM  menilai  keberhasilan  kegiatan  promosi 
pameran, hanya dari  sisi pembelian  langsung  adalah kurang  ideal  karena keberhasilan 
pameran  ditunjukkan  dari  keberhasilan  pengembangan  permintaan  yang  berdampak 
pada  peningkatan  produksi,  nilai  jual  (omset).  Penilaian  dampak  promosi  pemasaran 
secara  agregatif  (pembelian  sewaktu  pameran),  dapat menyebabkan  sebagian UMKM 
enggan untuk  ikut dalam kegiatan promosi. Faktor  lain  yang menyebabkan  rendahnya 
minat  UMKM  mengikuti  promosi  adalah  minimnya  sosialisasi,  bahkan  ada 
kecenderungan  sebagian  besar  UMKM  tidak  mengetahui  adanya  kegiatan  promosi 
pemasaran yang dilaksanakan oleh stakeholder. 
Walupun  promosi  dalam  bentuk  Trading  Board  nampaknya  sangat  prospektif 
untuk dikembangkan karena  tidak banyak menyita  sumberdaya UMKM,  tetapi bentuk 
promosi  ini  sulit  dikembangkan  karena  memerlukan  prasana  dan  sarana  yang  lebih 
banyak. Untuk mengembangkan Trading Board disarankan agar pemerintah mendorong 
stakeholders lainnya terutama Pemerintah Daerah. 
Misi  dagang/Kontak  Dagang  berdampak  positif  terhadap  peningkatan  jumlah 
pembeli  yang  jauh  lebih  besar  dibandingkan  pameran  dan  bentuk  bentuk  lainnya. 
Besarnya  dampak  misi  dagang  dikarenakan  adanya  kontrak  atau  pemesanan  produk   7
dalam  jumlah  yang  relatif  besar  dan  untuk  jangka  waktu  panjang.  Adanya  kontrak 
tersebut  juga  telah memberikan kepastian harga dan pasar bagi UMKM. Misi Dagang 
atau Kontak Dagang hanya diminati oleh pembeli (buyers) barang kebutuhan primer dan 
sekunder saja. Keengganan pembeli untuk melakukan kontrak barang kebutuhan tersier 
disebabkan  sering  terjadinya  perubahan  selera  konsumen.  Misi  dagang  biasanya 
dikaitkan  dengan  hubungan  bilateral  antara  dua  negara,  terutama  berkaitan  dengan 
masalah  keseimbangan  nilai  eksport.  Faktor  lain  yang  sering  dikaitkan  dalam  Misi 
Dagang adalah hubungan ekonomi politik antara dua negara, maka kegiatan ini biasanya 
diprakarsai dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah.  
Dampak  Temu Bisnis  terhadap  jumlah  pembeli  hanya  10,8%  tetapi  umumnya 
pembeli adalah  importir yang membeli dalam partai besar maka omset bisa meningkat 
sebesar 28,15 %. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu ; a) harga pembelian 
menjadi lebih tinggi karena tidak ada nilai tambah yang terserap dalam sistem pasar dan; 
b) Adanya kepastian pasar menyebabkan tidak adanya lagi fluktuasi harga jual . 
Trading board berdampak pada meningkatnya  jumlah pembeli dan omset  yang 
relatif besar, hal  ini dikarenakan Tarding Board umumnya memiliki  jangkauan daerah 
yang  luas. Kondisi  tersebut mengindikasikan  bahwa:  a)  Trading  Board  sangat  efektif 
baik  dalam meningkatkan  jumlah  pembeli maupun  omset UMKM;  b)  Trading  Board 
tidak  banyak  memperbaiki  harga  jual,  tetapi  sudah  memberikan  kepastian  pasar  dan 
kepastian harga yang sangat dibutuhkan oleh kalangan UMKM.   
Waktu  mempengaruhi  dampak  promosi.  Pada  tahun  pertama  dilakukannya 
promosi pertambahan jumlah pembeli cukup besar dan mencapai puncaknya. pada tahun 
ke dua atau ke  tiga. Seiring   dengan pertambahan waktu  jumlah pembeli akan semakin 
berkurang.  Pada  umumnya  pada  tahun  ke  lima  jumlah  pembeli  sudah  menurun  dan 
sampai lagi ke titik awal (sebelum dilakukannya kegiatan promosi) bahkan lebih rendah 
lagi.  
Rata-rata laba UMKM meningkat dari Rp 74,72 juta menjadi Rp 97,19 juta atau 
sebesar Rp 22,47  juta  (30,07 % dari  laba sebelumnya). Peningkatan  laba  juga  ternyata 
bukan  hanya  karena  meningkatkan  permintaan  produk  UMKM  yang  linier  dengan 
peningkatan omset UMKM,  tetapi karena berkurangnya biaya produksi dan pemasaran 
dan  atau menambah  omset UMK. Diindikasikan  dari  pertambahan  laba UMKM  yang 
tidak linier dengan pertambahan omset mungkin dikarenakan rantai pemasaran menjadi 
lebih pendek, sehingga margin yang selama ini banyak terserap dalam rantai pemasaran 
terakumulasi menjadi nilai tambah bagi UMKM 
Kegiatan promosi pemasaran juga berdampak nyata positif terhadap kemampuan 
penyerapan  tenaga  kerja.  Setelah  lima  tahun  UMKM  mengikuti  program  promosi, 
penyerapan  tenaga kerja bertambah  sebanyak 1,28 orang  yaitu dari 4,13 menjadi 5,41 
orang atau meningkat sebesar 30,99 %. Demikian  juga Promosi pemasaran berdampak 
positif  terhadap peningkatan  teknologi produksi UMKM. Nilai  skors dampak promosi 
terhadap pengembangan  teknologi produksi menunjukan adanya peningkatan yaitu dari 
1,96 sebelum promosi atau termasuk dalam katagori kurang, menjadi 2,33 atau termasuk 
dalam  katagori  sedang.  Beberapa  kendala  yang  diduga  mempengaruhi  kemampuan 
pengembangan teknologi produksi UMKM antara lain: a) kesulitan dalam mendapatkan 
dana pinjaman untuk pembelian sarana usaha yang berteknologi lebih tinggi; b) adanya   8
aturan  perundang-undangan  yang  menyebabkan  kesulitan  dalam  pengadaan  sarana 
berteknologi  seperti UU Perpajakan yang menetapkan pajak cukup  tinggi untuk  impor 
barang-barang modal, UU penanaman modal belum memberikan kesempatan yang lebih 
luas kepada investor asing untuk membangun mitra dengan UMKM; c) Kesulitan untuk 
mendapatkan SDM yang berkemampuan untuk menggunakan  teknologi maju dan atau 
pengembangan SDM serta; d) Kurangnya dukungan dari stakeholders  terutama baik di 
tingkat kabupaten, tingkat propinsi maupun di tingkat pusat.  
Promosi  pemasaran  juga  berdampak  positif  terhadap  pengembangan  sistem 
manajemen  yang  diindikasikan  dari  meningkatnya  nilai  rata-rata  kemampuan  sistem 
manajemen  usaha UMKM.  Permasalahan  yang  dihadapi  dalam  pengembangan  sistem 
manajemen usaha antara  lain: a) masih  rendahnya pengetahuan UMKM  tentang peran 
manajemen  perusahaan;  b)  Sistem manajemen modern masih  dianggap  sebagai  suatu 
keterbukaan  dalam  usaha  yang  akan  berdampak  pada masuknya  orang  lain  di  bidang
yang dilakukan;   c) Masuknya orang  lain dalam sistem manajemen usaha mereka akan 
menutup peluang kerja keluarga.  
Keikutsertaan UMKM dalam kegitan promosi pemasaran mempengaruhi  aspek 
finansial UMKM. Besarnya  rasio  biaya manfaat  dari  pelaksanaan  promosi  ditentukan 
oleh  kondisi  usaha  UMKM  sendiri,  terutama  laba  dan  omset.  Secara  agregat  semua 
Usaha kecil dan Menengah  layak untuk mengikuti kegiatan promosi karena B/C  ratio-
nya  rata-rata mencapai 2,15. Hasil pengujian nilai bobot dari semua aspek pengamatan 
terhadap  keempat  bentuk  kegiatan  promosi  pemasaran,  mengindikasikan  bahwa 
sesungguhnya kegiatan promosi pemasaran layak untuk dilakukan oleh pengusaha kecil 
dan pengusaha menengah urutan (Ranking) nilai bobotnya adalah sebagai berikut: 

Ranking Pertama adalah Trading Board dengan nilai bobot  227,19 
Ranking Kedua adalah Temu Bisnis, dengan nilai bobot  184,14 
Ranking ke tiga adalah Pameran dengan nilai bobot     180,36 
Ranking ke empat adalah Misi Dagang dengan nilai bobot  157,61 

Tiga indikator keberhasilan yang paling menonjol dari Trading Board  adalah: a) 
Peningkatan omset dengan nilai bobot 227,19; b) Peningkatan  laba dengan nilai bobot 
mencapai  58,90;  dan  c)  Peningkatan  penyerapan  tenaga  kerja.  Keberhasilan  Trading 
Board  dalam  mendukung  kemampuan  UMKM  untuk  mengembangkan  akses 
pemasarannya diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a) Waktu promosi yang 
cukup    panjang  (lama);  b) Biaya  promosi  yang  relatif  rendah;  serta  c)  jenis  produksi 
yang dipromosikan bisa sangat beragam.  
Walaupun nilai bobot keberhasilan promosi dalam bentuk Temu Bisnis tidak ada 
satupun  yang menduduki  urutan  pertama,  tetapi  keberhasil  bentuk  promosi  ini  sangat 
merata dari segala aspek penilaian. Dari beberapa indikator keberhasilan, hanya ada satu 
faktor  yang  memiliki  nilai  rendah  yaitu  peningkatan  jumlah  pembeli.  Rendahnya 
kemampuan meningkatkan  jumlah  pembeli  nampaknya  tidak mengurangi  kehandalan, 
karena,  Temu  Bisnis  memang  lebih  diorientasikan  pada  tujuan  untuk  meningkatkan 
omset  penjualan. Temu Bisnis  berbeda  dengan  bentuk-bentuk  promosi  lainnya  karena 
dalam Temu Bisnis, calon pembeli atau mitra usaha sudah diberikan  informasi  tentang 
produk-produk  yang  akan ditawarkan mulai dari  jenis barang, kualitas barang,  jumlah   9
barang  serta  pola  kerjasama  atau  kemitraan. Dengan  kata  lain  kegiatan  Temu  Bisnis 
hanya  titik  puncak  hubungan  antara  pembeli  dan  penjual  yang  sudah  berkomunikasi 
sebelumnya.  Dalam  Temu  Bisnis  biasanya  kelompok  produsen  barang  sejenis  dan 
kelompok  pembeli  hanya  mematangkan  berbagai  hal  yang  sudah  diinformasikan 
(diagendakan) sebelumnya.  
Dari  aspek  peningkatan  omset,  laba  dan  perbaikan  manajemen  usaha  Temu 
Bisnis merupakan bentuk promosi yang sangat dapat diandalkan. Sedangkan Dari aspek 
penyerapan  tenaga  kerja  bentuk  promosi  ini  kurang  ideal,  karena  tidak  banyak 
meningkatkan penyerapan  tenaga kerja, dan sebaliknya sangat mendorong peningkatan 
teknologi  produksi. Untuk  aspek-aspek  lainnya  bentuk  promosi  ini  pengaruhnya  tidak 
signifikan.  Besarnya  peningkatan  teknologi  dari  adanya  promosi  dalam  bentuk  Temu 
Bisnis mungkin  dikarenakan  beberapa  hal  antara  lain:  a)  Pemenuhan  jumlah  pesanan 
dan  selera  konsumen;  b)  peningkatan  laba  yang  memungkinkan  UMKM  dapat 
meningkatkan investasi;  serta c) adanya kesepakatan dengan pihak pembeli atau pihak-
pihak  lainnya  untu  menjual  produk  teknologi  yang  diproduksi,  sehingga  bisa  terjadi 
imbal beli. 
Pameran  merupakan  bentuk  promosi  yang  menempati  urutan  ketiga  dalam 
mencapai nilai bobot kelayakan. Bentuk promosi ini mempunyai kehandalan dari aspek 
penyerapan tenaga kerja dan jumlah pembeli. Kehandalan dari aspek penyerapan tenaga 
kerja  diduga  disebabkan  oleh:  a)  Produk-produk  yang  dipromosikan  adalah  barang-
barang  hasil  kerajinan  yang  dalam  proses  pembuatannya  bersifat  padat  karya;  b) 
Pameran dapat memberikan  inspirasi kepada pihak-pihak  lain untuk membuat barang-
barang  sejenis  yang dinilai memiliki prospek  ekonomi  cukup besar,  serta;  c) Pameran 
memperkenalkan produk-produk  tertentu yang  tadinya belum banyak dikenal  sehingga 
berdampak pada pengembangan kegiatan ekonomi pada hulunya (backward effect)  dan 
industri hilirnya (foreward effect). 
 Pameran  juga  berdampak  besar  terhadap  peningkatan  jumlah  pembeli. Hal  ini 
dimungkinkan  karena  dengan  ikut  dalam  pameran:  a)  produsen  dapat  berhubungan 
langsung  dengan  konsumen  baik  dari  lingkungan  regional,  Nasional  maupun 
Internasional;  serta  b)  Dengan  ikut    kegiatan  pameran  akan  ada  hubungan  langsung 
antara  produsen  barang  sejenis  yang  yang  secara  terorganisir maupun  individual  akan 
dapat membentuk  kerjasama  dalam  pemasaran  produk mereka.  Sedangkan  dari  aspek 
lainnya peran promosi pemasaran dalam bentuk pameran kurang signifikan. Hal tersebut 
terutama  dikarenakan:  a)  keterbatasan  ruang  lingkup  pameran  baik  dari  aspek  jenis 
produk  yang  dipamerkan,  lokasi  pameran  dan  lama  waktu  pameran;  b)  Pameran 
mermerlukan  biaya  yang  harus  ditanggung  oleh  UMKM  relatif  besar  sehingga 
berdampak  terhadap  kenaikan  biaya  produksi,  yang  secara  langsung  akan mengurangi 
laba yang diperoleh UMKM  
Walaupun Misi  Dagang memiliki  total  nilai  bobot  terendah  diantara  keempat 
jenis  promosi  pemasaran  yang  menjadi  obyek  dalam  kajian  ini,  tetapi  Misi  dagang 
memiliki keungulan spesifik. Keunggulan Misi Dagang ditunjukan dari aspek perbaikan 
sistem manajemen usaha dan pengembangan teknologi produksi UMKM. Dampak Misi 
Dagang  ini  dindikasikan  dari  kenaikan  nilai  bobot  kedua  aspek  penilaian  tersebut 
masing-masing 26, 37% dan 28,13%. Perbaikan  sistem manajemen mungkin didorong 
oleh  tuntutan  profesionalisme  bisnis  mitranya,  sedangkan  pengembangan  teknologi   10
produksi  UMKM  lebih  didorong  oleh  adanya  tuntutan  konsumen  yang menghendaki 
adanya peningkatan kuantitas dan kualitas barang yang ingin dibeli.   
Secara  lebih  spesifik  keunggulan  misi  dagang  diduga  disebabkan  oleh  beberapa  hal 
antara lain:  
1.  Misi Dagang menghasilkan  kesepakatan  di  bidang  perdagangan  antara  dua  negara 
yang  diaplikasikan  dalam  berbagai  bentuk  kegiatan  perdagangan  yang  bersifat 
terikat  pada  kontrak.  Kontrak  perdagangan  yang  terjadi  antara  dua  negara  ini 
biasanya  dilengkapi  dengan  target  tertentu  seperti  keseimbangan  perdagangan 
sehingga  berdasarkan  pertimbangan  permintaan  pasar  dan  penawaran  sejumlah 
produk  oleh  negara  produsen.  Besarnya  jumlah  produk  yang  ditawarkan  bisa 
menyerap semua produk yang dihasilkan atau dalam  jumlah  tertentu yang biasanya 
sebesar surplus pasar dari negara produsen;  
2.  Misi  Dagang  juga  bukan  tidak  mungkin  dikaitkan  dengan  bantuan  baik  berupa 
hibah, pinjaman  jangka pendek atau pinjaman  jangka panjang dari negara produsen 
yang  berorientasi  pada  usaha menyerap  semua  surplus  pasar  atas  komoditas  yang 
akan dipasarkan oleh negara produsen tersebut;  
3.  Misi  dagang  untuk  negara  berkembang  seperti  Indonesia  sekarang  ini  juga  bisa 
diorientasikan  pada  kepentingan  produk  barang  dari  negara  mitranya  misalnya 
kebutuhan  senjata  yang  bisa  dibeli  dengan menjual  sejenis  produk  yang  diminati 
oleh negara mitranya seperti imbal beli antara pesawat Sukhoi dengan CPO serta;  
4.  Misi Dagang  juga  bukan  tidak mungkin  dikaitkan  dengan,  atau  berorientasi  pada 
kepentingan  selain  faktor  ekonomi,  sehingga  adanya  prinsip-prinsip  ekonomi  bisa 
diabaikan.  Dari  aspek  biaya  yang  dikeluarkan  oleh  UMKM  kegiatan  promosi 
pemasaran sangat layak dilaksanakan karena, sebagian besar biaya yang dikeluarkan 
untuk kegiatan  tersebut ditanggung oleh pemerintah,  sedangkan  rata  rata biaya per 
Rupiah kenaikan yang dikeluarkan oleh pemerintah  juga relatif kecil, dibandingkan 
pertambahan omset dan laba UMKM yang diperoleh dari adanya kegiatan tersebut .  
Potensi  promosi  dalam  bentuk Misi  dagang  yang  cukup menjanjikan  tersebut 
dimungkinkan karena: a) Peningkatan permintaan atas produk yang dipromosikan relatif 
cukup  besar,  sehingga  kenaikan  total  omset  penjualan  dari  kelompok  UMKM  yang 
memproduksi barang-barang tersebut juga cukup besar; dan b) harga produk ditetapkan 
berdasarkan  kesepakatan  antara  dua  negara  sesuai  dengan  rata-rata  harga  di  pasaran 
internasional sehingga ada kepastian harga baik untuk produsen maupun konsumen. 
 Pengembangan  teknologi  produksi  UMKM  menjadi  lebih  baik,  hal  ini 
dimungkinkan  karena:  a)  Pemerintah  berkepentingan  langsung  dengan  peningkatan 
produksi  dan  efisiensi  atas  barang  tersebut  sehingga  proses  peningkatan  teknologi 
mendapat perhatian yang cukup besar; b) Adakalanya negara mitra akan menyediakan 
atau membantu  penyediaan  tekonologi  yang  diperlukan;  serta  c) Oleh  karena  adanya 
permintaan  pasar  yang  cukup  besar maka  akan mendorong  produsen  (UMKM)  untuk 
menggunakan teknologi yang lebih baik. 
Hasil pengamatan visual di lapangan menunjukkan adanya indikasi bahwa untuk 
jenis  barang  kebutuhan  primer  seperti  pakaian,  sepatu  tas  tangan,  suku  cadang 
kendaraan  dan  bahan makanan,  kegiatan  promosi  pemasaran  dampaknya  relatif  lebih   11
kecil  dibandingkan  dengan  barang-barang  kebutuhan  sekunder  dan  tersier  seperti 
furniture perhiasaan dan handycraft.  
Unsur  penyelenggara  kegiatan  promosi  berpengaruh  nyata  positif  terhadap 
perluasan  pangsa  pasar  UMKM.  Hal  ini  dimungkinkan  karena  walaupun  promosi 
merupakan  salah  satu  cara  yang  paling  efektif  untuk  mengembangkan  pangsa  pasar 
perusahaan  baik  di  tingkat  regional,  nasional  maupun  internasional,  tetapi  produsen 
harus memperhatikan berbagai aspek promosi antara lain media promosi yang termasuk 
di dalamnya unsur penyelenggara. Media promosi yang baik adalah yang dikelola secara 
profesional  sehingga mampu memberikan  informasi  produk  secara  luas  dengan  biaya 
sekecil mungkin.  
Dari  berbagai  bentuk  promosi  yang  diikuti  oleh  UMKM,  yang  paling  besar 
dampaknya  terhadap  perluasan  pangsa  pasar  adalah  yang  diselenggarakan  oleh 
Pemerintah,  terutama  dalam  bentuk  Misi  Dagang  dan  Pameran.  Efektifitas  kegiatan 
promosi  ini  bersifat  internasional  dan  diselenggarakan  oleh  pemerintah  dengan  biaya 
yang  relatif  murah,  ternyata  sangat  mendukung  perluasan  pangsa  pasar  UMKM. 
Kehandalan Misi Dagang ditunjukan dengan  tingginya  jumlah pembeli barang produk 
UMKM. 
Biaya  promosi  sering  menjadi  unsur  yang  berpengaruh  nyata  terhadap 
keberhasilan  perusahaan  dalam  mengembangkan  pangsa  pasarnya.  Namun  demikian 
penggunaan biaya promosi yang berlebihan terutama untuk produk tertentu seperti obat-
obatan dapat mengakibatkan kerugian  bagi perusahaan, karena biaya yang dikeluarkan 
tersebut bisa tidak sebanding dengan perluasan pangsa pasar yang diperoleh. 
Dalam  suatu  persaingan  antara  produsen  sejenis  barang,  faktor  kualitas  barang 
akan sama pentingnya,  tetapi faktor kondisi keuangan konsumen yang  terkait  langsung 
dengan  lokasi  promosi,  akan  menentukan  pilihan  faktor  mana  yang  akan  lebih 
diperhatikan.  Dari  adanya  kecenderungan  tersebut  maka  barang-barang  sejenis  dapat 
diklasifikasikan  berdasarkan  kualitasnya. Klasifikasi  barang  sangat  bermanfaat  dalam 
menentukan  daerah  pemasaran,  karena  barang  dengan  kualitas  tertentu  akan  berbeda
permintaannya  antara  satu  daerah  dengan  daerah  lain.  Dari  pendapat  tersebut  dapat 
disimpulkan  bahwa  untuk  memperluas  pangsa  pasar  produk  UMKM,  juga  harus 
diperhatikan hubungan antara kualitas barang dengan lokasi promosi. 
Perolehan  laba  suatu  perusahaan merupakan  fungsi  dari  efisiensi  produksi  dan 
efisiensi  pemasaran.  Kondisi  internal  UMKM  dalam  hal  ini  lebih  berperan  sebagai 
komponen  dalam  fungsi  efisiensi  produksi  (melalui  kualitas  SDM  dan  asset  yang 
dimiliki). Pengaruh  efisiensi  fungsi  produksi mungkin  lebih  kecil  dari  efisiensi  fungsi 
pemasaran,  sehingga  keeratan  hubungan  antara  laba  dengan  kondisi  internal UMKM 
menjadi tertutup karena kondisi internal UMKM hanyalah bagian dari fungsi produksi. 
Jenis  barang  yang  dipromosikan  tersebut  sebagian  adalah  barang  kebutuhan 
primer seperti pakaian, Sepatu  tas  tangan, suku cadang kendaraan dan bahan makanan. 
Sedangkan  sebagian  lagi  merupakan  barang  kebutuhan  sekunder  dan  tersier  berupa 
Obat-obatan  (jamu)  perhiasan  dan  Handicraft.  Untuk  kedua  kelompok  besar  barang 
tersebut, peran promosi pemasaran akan berbeda.    12
Media  promosi  yang  baik  adalah  yang  yang  mampu  memberikan  informasi 
produk  secara  luas  dengan  biaya  sekecil  mungkin.  Hasil  pengamatan  deskriptif  di 
lapang mengindikasikan bahwa dari berbagai bentuk promosi yang diikuti oleh UMKM, 
yang  paling  besar  dampaknya  terhadap  perluasan  pangsa  pasar  adalah Misi  Dagang. 
Kegiatan promosi ini bersifat internasional dan diselenggarakan oleh pemerintah dengan 
biaya yang relatif murah.   
Dalam melaksanakan kegiatan promosi perusahaan harus mengetahui peta pasar 
berdasarkan  pertimbangan  jenis  produk  yang  akan  dipasarkan,  kualitas  produk  dan 
harga  produk.  Lebih  lanjut  dikatakan  bahwa  keperluaan  tersebut  berkaitan  dengan 
prediksi  permintaaan  (demand)  atas  barang  yang  diproduksi  pada  daerah-daerah  yang 
akan menjadi  target pasar perusahaan  yang bersangkutan. Pengetahuan  tentang daerah 
pemasaran  juga  diperlukan  dalam  rangka  meningkatkan  efisiensi  penggunaan  biaya 
promosi.  Kesalahan  penentukan  lokasi  pasar  akan  menyebabkan  penggunaaan  dana 
promosi yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan kerugian  bagi perusahaan. 
Waktu  promosi  berkaitan  erat  dengan  keberhasilan  UMKM  dalam  mening-
katkan perolehan  laba. Namun demikian waktu promosi yang  terlalu sempit disamping 
menghemat penggunaan biaya promosi tetapi juga akan mengurangi efektifitas promosi. 
Oleh sebab itu pengusaha harus dapat mempertimbangkan panjang waktu promosi yang 
paling optimal, karena waktu promosi  yang  terlalu panjang  juga dapat mengakibatkan 
kerugian bagi perusahaan, karena biaya yang dikeluarkan  tersebut bisa  tidak sebanding 
dengan prediksi laba yang akan diperoleh. 
Jumlah pesaing  secara  langsung  akan mempengaruhi, pangsa pasar, omset dan 
laba  perusahaan.  Dalam  era  persaingan  yang  harus  dilakukan  oleh  perusahaan 
disamping  efisiensi  produksi  dan manajemen  adalah  promosi  yang  sesuai. Perusahaan 
tidak akan mampu meningkatkan pangsa pasar untuk memperoleh tingkat produksi dan 
laba  yang  lebih  besar,  tanpa  didukung  oleh  adanya  sistem  promosi  yang  efektif  dan 
efisien. 
Kondisi  internal UMKM dalam hal  ini  lebih berperan sebagai komponen dalam 
fungsi efisiensi produksi  (melalui kualitas dan kuantitas SDM, modal kerja sarana dan 
prasarana  yang  dimiliki.  jenis  barang  yang  dipromosikan  adalah  barang-barang 
kebutuhan primer seperti pakaian, Sepatu tas tangan, suku cadang kendaraan dan bahan 
makanan. Jenis produk yang dipromosikan memiliki keeratan hubungan dengan luasnya 
pangsa pasar yang mungkin diraih oleh UMKM.;  
Empat variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu: 1) Kondisi internal UMKM 
dalam hal ini lebih berperan sebagai komponen dalam fungsi efisiensi produksi (melalui 
kualitas dan kuantitas SDM, modal kerja sarana dan prasarana yang dimiliki).  2) Jenis 
produk yang dipromosikan dipasarkan terhadap peningkatan penggunaan teknologi oleh 
UMKM  nampaknya  terkait  langsung  dengan  luasnya  pasar  dan  besarnya  permintaan 
pasar  atas  barang  yang  bersangkutan.  Jenis  barang  yang  dipromosikan  adalah  barang-
barang kebutuhan primer seperti pakaian, sepatu, tas tangan, suku cadang kendaraan dan 
bahan  makanan.  Produksi  barang-barang  seperti  ini  dapat  dipercepat  dengan 
menggunakan  teknologi yang  lebih maju; 3) Pengaruh  frekuensi keikutsertaan UMKM 
terhadap peningkatan teknologi produksi ini diduga karena semakin sering UMKM ikut 
dalam  kegiatan  promosi,  maka  akan  semakin  banyak  mendapat  masukan  tentang   13
teknologi  yang  dapat  mendorong  peningkatan  produk  dan  efisien  produksi,  yang 
diperoleh  dari  berbagai  pihak. Dorongan  untuk memperbaiki  teknologi  produksi  juga 
disebabkan oleh semakin luasnya pasar dan besarnya permintaan pasar atas barang yang 
bersangkutan serta  : 4) Jumlah pesaing merupakan salah satu unsur yang secara umum 
telah diketahui oleh para pengusaha secara langsung akan mempengaruhi, pangsa pasar, 
omset  dan  laba  perusahaan.  Banyaknya  jumlah  pesaing  akan  mendorong  suatu 
perusahaan  untuk  berproduksi  lebih  efisien,  untuk  itu  perusahaan  yang  bersangkutan 
akan terdorong untuk menggunakan teknologi yang yang lebih efisien.  
Hanya ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pengembangan 
manajemen  usaha  yaitu  kondisi  internal  UMKM.  bahwa  perbaikan  manjemen 
perusahaan  merupakan  salah  satu  faktor  yang  sangat  diperlukan  dalam  upaya 
meningkatkan efisiensi usaha perusahaan  yang bersangkutan. Pengembangan  indikator 
keberhasilan  promosi  ini  dapat  terjadi  sebagai  akibat    adanya  dorongan  dari  dalam 
perusahaan  sendiri  maupun  dorongan  dari  luar  perusahaan.  Dorongan  dari  dalam 
perusahaan  timbul  karena  adanya  usaha  berupa  evaluasi  internal  maupun  kondisi-
kondisi  tertentu  yang mengharuskan  perusahaan  untuk memperbaiki manjemen  usaha 
seperti  banyaknya  kebocoran  sumberdaya  dan  atau  kewajiban-kewajiban  yang  harus 
dipenuhi.  Sedangkan  dorongan  dari  luar  timbul  dari  tuntutan  persaingan, mempelajari 
keberhasilan perusahaan  lain dan atau  tuntutan para stakeholder seperti perbankan atau 
para  pemegang  saham. Keikutsertaan UMKM  dalam  promosi mempengaruhi UMKM 
yang bersangkutan Untuk memperbaiki manajemen usaha berdasarkan dua faktor yaitu 
melihat keberhasilan orang  lain dan berusaha meningkatkan efisiensinya untuk mampu 
mengatasi  masalah  persaingan.  Kondisi  faktor  internal  yang  mendorong  perbaikan 
manajemen  usaha  juga  dapat  dilihat  dari  dua  aspek  yaitu  ketersedian  SDM  dan 
permodalan UKM. 
Terdapat  8  variabel  bebas  yang  berpengaruh  nyata  terhadap  peningkatan 
produksi  UMKM  yaitu:  a)  Kondisi  internal  UMKM.  Peningkatan  produksi  suatu 
perusahaan merupakan    fungsi  dari  permintaan  dan  kondisi  internal UMKM Kondisi 
internal UMKM dalam hal  ini  lebih berperan sebagai komponen dalam fungsi efisiensi 
produksi melalui  kualitas  dan  kuantitas SDM, modal  kerja  sarana  dan  prasarana  yang 
dimiliki;  b)  Jenis  produk  yang  dipromosikan  adalah  barang-barang  kebutuhan  primer 
seperti  pakaian,  sepatu,  tas  tangan,  suku  cadang  kendaraan  dan  bahan  makanan;  c)
Jumlah  pesaing.  Faktor  ini  secara  langsung  akan mempengaruhi,  pangsa  pasar,  omset 
dan  laba  perusahaan.  Untuk  dapat  mengeleminir  ketatnya  persaingan  yang  harus 
dilakukan  oleh  perusahaan  disamping  meningkatkan  efisiensi  adalah  melakukan 
promosi yang sesuai. Perusahaan  tidak akan mampu meningkatkan pangsa pasar untuk 
memperoleh  tingkat  produksi  dan  laba  yang  lebih  besar,  tanpa  didukung  oleh  adanya
sistem promosi yang efektif; d) Bentuk promosi hendaknya disesuaikan dengan budget 
perusahaan  yang  didasarkan  pada  perhitungan  harga  tertinggi  dari  produk  sejenis  di 
pasaran.  Hasil  pengamatan  deskriptif  lebih  lanjut  mengindikasikan  bahwa  bentuk 
promosi  yang  paling  berpeluang  untuk meningkatkan  pangsa  pasar  dari  jenis  barang 
kebutuhan  primer  yang  diproduksi  oleh UMKM  adalah  pameran  dan misi  dagang;  e) 
penyelenggara  promosi  atau  media  promosi  (penyelenggara)  akan  mempengaruhi 
jangkauan promosi dan biaya promosi. Media promosi yang baik adalah yang mampu 
memberikan informasi produk secara luas dengan biaya sekecil mungkin.    14
Dari berbagai bentuk promosi yang diikuti oleh UMKM, yang paling besar dampaknya 
terhadap  perluasan  pangsa  pasar  adalah Misi  Dagang.  Kegiatan  promosi  ini  bersifat 
internasional  dan diselenggarakan oleh pemerintah dengan biaya yang relatif murah; f) 
Biaya promosi menjadi unsur yang berpengaruh nyata terhadap keberhasilan perusahaan 
dalam mengembangkan pangsa pasarnya. Namun demikian penggunaan biaya promosi 
yang  berlebihan  terutama  untuk  produk  tertentu  seperti  obat-obatan  dapat 
mengakibatkan kerugian   bagi perusahaan, karena biaya yang dikeluarkan  tersebut bisa 
tidak sebanding dengan perluasan pangsa pasar yang diperoleh. 
Dalam melaksanakan kegiatan promosi perusahaan harus mengetahui peta pasar 
berdasarkan  pertimbangan  jenis  produk  yang  akan  dipasarkan,  kualitas  dan  harga 
produk.  Lebih  lanjut  dikatakan  bahwa  keperluaan  tersebut  berkaitan  dengan  prediksi 
demand atas barang yang diproduksi pada daerah-daerah yang akan menjadi target pasar 
perusahaan yang berasangkutan. Pengetahuan tentang daerah pemasaran juga diperlukan 
dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan biaya promosi. Kesalahan penentuan 
lokasi pasar akan menyebabkan penggunaan dana promosi yang berlebihan yang dapat 
mengakibatkan kerugian   bagi perusahaan, karena biaya yang dikeluarkan  tersebut bisa 
tidak sebanding dengan perluasan pangsa pasar yang diperoleh. 
Dalam suatu persaingan antara kualitas barang biasanya akan lebih diperhatikan 
oleh  konsumen  dibandingkan  dengan  harga.  Dari  adanya  konsepsi  tersebut  barang 
sejenis  dapat  diklasifikasikan  berdasarkan  kualitasnya.  Lebih  lanjut  dikatakan  bahwa 
klasifikasi  barang  sangat  bermanfaat  dalam  menentukan  daerah  pasar  suatu  barang 
karena barang dengan kualitas  tertentu akan berbeda permintaannya antara satu daerah 
dengan daerah lain. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memperluas 
pangsa pasar produk UMKM,  juga harus diperhatikan hubungan antara kualitas barang 
dengan lokasi promosi. 

VI.  KESIMPULAN DAN SARAN  
5.1.   Kesimpulan  
1.  Kegiatan  Promosi  selama  tiga  tahun  pertama  berpengaruh  nyata  terhadap 
peningkatan  omset  penjualan  dan  laba,  tetapi mulai  tahun  keempat  pengaruh 
tersebut  kembali  menurun.  Peningkatkan  laba  UMKM  bersifat  kuadratik 
terhadap peningkatan omset, karena peningkatan laba bukan hanya disebabkan 
oleh  omset  UMKM  tetapi  juga  karena  berkurangnya  marjin  yang  terserap 
dalam serta pasar, serta adakalanya juga menurunkan biaya produksi.  
2.  Promosi pemasaran berdampak nyata positif terhadap kemampuan penyerapan 
tenaga  kerja.  Setelah  lima  tahun  UMKM  mengikuti  program  promosi, 
penyerapan  tenaga  kerja  bertambah  sebanyak  1,28  orang  yaitu  dari  4,13 
menjadi 5,41 orang atau meningkat sebesar 30,99 %. 
3.  Promosi  pemasaran  berdampak  positif  terhadap  peningkatan  teknologi 
produksi UMKM yang diindikasikan dari meningkatnya nilai produksi. Enam 
variabel  bebas  yang  berpengaruh  nyata  terhadap  peningkatan  teknologi 
produksi  adalah:  a)  Kondisi  Internal  UMKM;  b)  Jenis  produk  yang 
dipromosikan;  c)  Jumlah  pesaing;  d)  Bentuk  promosi;  e)  Penyelenggara 
Promosi atau media promosi (penyelenggara); dan f) Biaya promosi   15
4.  Promosi  pemasaran  berdampak  positif  terhadap  pengembangan  sistem  usaha 
UMKM. 
5.  Nilai bobot dari  semua  aspek pengamatan  terhadap keempat bentuk kegiatan 
promosi pemasaran, mengindikasikan bahwa keempat bentuk kegiatan promosi 
pemasaran  layak  untuk  dilakukan  oleh  pengusaha  kecil  dan  pengusaha 
menengah, dengan urutan (ranking) nilai bobotnya: 1) Trading Board; 2) Temu 
Bisnis; 3) Pameran dan; 4) Misi Dagang. 
6.  Tiga indikator keberhasilan yang paling menonjol dari Trading Board  adalah: 
a)  Peningkatan  omset;  b)  Peningkatan  laba  dan;  c)  Peningkatan  penyerapan 
tenaga  kerja.  Keberhasilan  tersebut  didukung  oleh:  a)  Waktu  yang  cukup  
panjang  (lama); b) Biaya promosi yang  relatif  rendah;  serta c)  jenis produksi 
yang dipromosikan bisa sangat beragam.  
7.  Trading  board  berdampak  positif  pada  meningkatnya  jumlah  pembeli  dan 
omset  yang  relatif  besar,  hal  ini  karena  Trading  Board memiliki  jangkauan 
daerah  yang  luas. Demikian  juga  untuk  ikut  dalam Trading  diperlukan  biaya 
yang besar  maka bentuk promosi ini juga layak dilakukan oleh semua UMKM 
termasuk para pengusaha mikro. 
8.  Pameran  mempunyai  kehandalan  dari  aspek  penyerapan  tenaga  kerja  dan 
jumlah pembeli; Kehandalan dari aspek penyerapan  tenaga kerja dikarenakan; 
a) Produk-produk yang dipromosikan adalah barang-barang yang dalam proses 
pembuatannya  bersifat  padat  karya;  b)  Pameran  dapat memberikan  inspirasi 
kepada  pihak-pihak  lain  untuk  membuat  barang-barang  sejenis  yang  dinilai 
memiliki  prospek  ekonomi  cukup  besar,  serta;  c)  Pameran memperkenalkan 
produk-produk  tertentu  yang  tadinya  belum  banyak  dikenal  sehingga 
berdampak  pada  pengembangan  kegiatan  ekonomi  pada  hulunya  (backward 
efect)  dan industri hilirnya (foreward efect). 
9.  Pengaruh  faktor  variabel  bebas  terhadap  keberhasilan  kegiatan  promosi 
pemasaran  adalah:  a)  Penyelenggara  kegiatan  promosi  berpengaruh  nyata 
positif  terhadap  perluasan  pangsa  pasar  UMKM;  b)  Biaya  promosi 
berpengaruh  nyata  terhadap  keberhasilan  mengembangkan  pangsa  pasarnya. 
Namun demikian penggunaan biaya promosi  yang berlebihan  terutama untuk 
produk  tertentu  seperti  obat-obatan  dapat  mengakibatkan  kerugian    bagi 
perusahaan;  c)  Kualitas  barang  berpengaruh  nyata  terhadap  omset  dan  laba 
UMKM  serta  penigkatan  kualitas  teknologi.  Faktor  ini  juga  terkait  langsung 
dengan  lokasi  promosi,  dan  kondisi  ekonomi  daerah;  d)  Jenis  barang  yang 
dipromosikan  berpengaruh  langsung  terhadap  omset  dan  laba  UMKM;    e) 
Lokasi  promosi  berpengaruh  nyata  terhadap  peningkatan  omset  dan  laba 
UMKM;  f)  Penyelenggara  berpengaruh  nyata  terhadap  omset  dan  laba 
UMKM; g) Waktu promosi berkaitan erat dengan keberhasilan UMKM dalam 
meningkatkan  perolehan  laba;  dan  h)  Jumlah  pesaing  secara  langsung  akan 
mempengaruhi, pangsa pasar, omset dan laba perusahaan.  
10. Beberapa  masalah  yang  sering  timbul  dan  mengurangi  efektifitas  promosi 
adalah:  a) perencanaan  yang bersifat parsial  sektoral  (tidak  terkoordinasi); b) 
Kesesuaian  lokasi  dengan  produk  yang  akan  dipromosikan  terutama  yang   16
berkaitan dengan demand atas barang yang akan dipromosikan serta; c) waktu 
penyelenggaraan  dengan  sifat  barang  dan  fluktuasi  permintaan  atas  barang 
tersebut.  

5.2.   Saran 
1.  Untuk mengembangkan  Trading  Board  perlu  dilakukan  sosialisasi  kegunaan 
dari  program  promosi  tersebut  ke  daerah-daerah,  sehingga  dapat mendorong 
pemerintah Daerah untuk membangun Trading Board di banyak tempat. 
2.  Usaha yang dapat dilakukan untuk memperbesar keikutsertaan UMKM dalam 
program  promosi  adalah:  a)  memperbanyak  program-promosi  melalui 
kerjasama  dengan  para  stakeholder;  b) Memfasilitasi  kegiatan  promosi  ;  c) 
mendorong UMKM untuk  ikut dalam program  tersebut, dengan membuktikan 
bahwa  kegiatan  ini  akan  dapat  memberikan  manfaat  ekonomi;  d) 
memberdayakan UMKM untuk mampu  ikut serta dalam kegiatan promosi; e) 
membangun  lingkage  yang  saling menguntungkan  antar  UMKM  dan  antara 
dengan semua stakeholder. 
3.  Untuk mengatasi  berbagai masalah  peningkatan  efektifitas  kegiatan  promosi 
pemasaran  diperlukan:  a)  perencanaan  yang  terkoordinasi;  b)  Evaluasi 
kelayakan  lokasi  dengan  produk  yang  akan  dipromosikan;  c)  Perhitungan 
waktu  penyelenggaraan  dengan  sifat  barang  dan  fluktuasi  permintaan  atas 
barang tersebut.  
4.  Trading  Board  dapat  dikembangkan  di  tingkat  propinsi,  nasional  dan 
internasional,  misi  dagang  perlu  lebih  dikembangkan  terutama  oleh 
pemerintah.  Pameran  perlu  dilaksanakan  dalam  semua  tingkatan  dari 
kabupaten  sampai  dengan  tingkat  internasional,  sedangkan  temu  bisnis  perlu 
lebih didorong sehingga hanya dilakukan oleh kalangan pengusaha besar tetapi 
juga dapat dilakukan oleh UKM dan Koperasi. 
5.  Oleh  karena  usaha  mikro  belum  layak  untuk  diikutsertakan  dalam  kegiatan 
promosi  maka  keikutsertaannya  dalam  kegiatan  ini  dapat  direkomendasikan 
secara terbatas dengan subsidi biaya dari pemerintah. 

DAFTAR BACAAN 
Affandi,  (1984).  Manajemen Promosi dan Pemasaran Produk. PT. Bina Aksara. Jakarta. 
Harry.R. Tosdal,  (1969).  Introduction  to Sales Mangement. Mac Graw Hill Book Company 
New York 
Kasali  Reinald,  (2005).  Tantangan  Pemasaran  Dalam  Era  Pasar  Global  (makalah  yang 
disampaikan  dalam  Seminar  sehari  Penggembangan  Pemasaran  Industri Kerajinan 
Dalam  Menghadapi  Pasar  Global).  Program  Magister  Manajemen  Universitas 
Indonesia. Jakarta. 
Manulang, (1984). Marketing. Bharata. Jakarta. 
Nurachmat,  (2002).  Kajian  Manfaat  Pameran  dalam  Meningkatkan  Omset  Industri  kecil 
(Thesis). Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Bandung.   17
Panglaikim, (1980). Marketing (Suatu Pengantar). P.T. Pembangunan Jakarta. 
Ramlan, (2001). Macam-macam Bentuk Promosi yang Mendukung Usaha Pemasaran Produk 
Industri Kecil. P.T. Bina Antar Nusa. Jakarta. 
Shaw.A.R,  (1967).  Some  Problem  of  Market  Distribution.  Business  Review  Havard 
University of London. 
Sujito,  (1997). Kajian  Pengembangan  Sistem  Pemasaran melalui  Program  Promosi  (Studi 
kasus  kebijakan  Perdagangan  Internasional).  Program  Pasca  Sarjana  Universitas 
Gajah Mada. 
Wahiddin,  (2001).  Membangun  Pemasaran  Melalui  Berbagai  Bentuk  Promosi.  Buletin 
Ekonomi dan Sosial Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Sumberdaya Nasional.
REVIEW
Kegiatan  Promosi  selama  tiga  tahun  pertama  berpengaruh  nyata  terhadap
peningkatan  omset  penjualan  dan  laba,  tetapi mulai  tahun  keempat  pengaruh
tersebut  kembali  menurun.  Peningkatkan  laba  UMKM  bersifat  kuadratik
terhadap peningkatan omset, karena peningkatan laba bukan hanya disebabkan
oleh  omset  UMKM  tetapi  juga  karena  berkurangnya  marjin  yang  terserap
dalam serta pasar, serta adakalanya juga menurunkan biaya produksi.  Promosi pemasaran berdampak nyata positif terhadap kemampuan penyerapan  tenaga  kerja.  Setelah  lima  tahun  UMKM  mengikuti  program  promosi,  penyerapan  tenaga  kerja  bertambah  sebanyak  1,28  orang  yaitu  dari  4,13
menjadi 5,41 orang atau meningkat sebesar 30,99 %. Pameran  mempunyai  kehandalan  dari  aspek  penyerapan  tenaga  kerja  dan jumlah pembeli; Kehandalan dari aspek penyerapan  tenaga kerja dikarenakan; a) Produk-produk yang dipromosikan adalah barang-barang yang dalam proses
pembuatannya  bersifat  padat  karya;  b)  Pameran  dapat memberikan  inspirasi
kepada  pihak-pihak  lain  untuk  membuat  barang-barang  sejenis  yang  dinilai
memiliki  prospek  ekonomi  cukup  besar,  serta;  c)  Pameran memperkenalkan
produk-produk  tertentu  yang  tadinya  belum  banyak  dikenal  sehingga
berdampak  pada  pengembangan  kegiatan  ekonomi  pada  hulunya  (backward
efect)  dan industri hilirnya (foreward efect). Beberapa  masalah  yang  sering  timbul  dan  mengurangi  efektifitas  promosi adalah:  a) perencanaan  yang bersifat parsial  sektoral  (tidak  terkoordinasi); b)
Kesesuaian  lokasi  dengan  produk  yang  akan  dipromosikan  terutama  yang   16
berkaitan dengan demand atas barang yang akan dipromosikan serta; c) waktu
penyelenggaraan  dengan  sifat  barang  dan  fluktuasi  permintaan  atas  barang
tersebut.

Nama Kelompok :
ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)  
RAHMI ISMAYANI (25210588)